TRADISI SYAWALAN (KRAPYAK-AN)

Oleh : A. Maulana

Setelah berpuasa selama sebulan penuh dan tiba saat dimana semua umat muslim merasa kembali fitri, itulah hari idul fitri yang jatuh pada bulan syawal. Pada bulan ini rasa persatuan dan persaudaraan antara umat muslim sangat kuat, karena dibulan ini pintu maaf antar sesama muslim akan terbuka lebar, segala macam masalah dan permusuhan baik yang sudah terjadi ataupun tersimpan dihati sebisa mungkin akan kita babat habis sehingga yang timbul adalah rasa saling memaafkan dan rasa persaudaraan yang dimasa-masa sebelumnya sempat pudar. Karena Alloh SWT pun telah mengingatkan kita semua tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Alloh, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Alloh kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Alloh mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Alloh, orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Alloh menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Q.S. 3:103).

Dibulan syawal ini tepatnya satu minggu setelah hari Idul Fitri, disalah satu pinggiran kota Pekalongan tepatnya di kelurahan Krapyak akan punya hajat besar yang diadakan satu tahun sekali yang orang Pekalongan sering menyebutnya tradisi Syawalan (Krapyak-an). Yaitu tradisi dimana semua warga Krapyak akan melakukan open house dan menjamu masyarakan kota Pekalongan dan sekitarnya, tentunya dengan jamuan yang khas pula yaitu LOPIS Raksasa dan beberapa hidangan lainnya, disana akan berkumpul ratusan manusia untuk saling bersilaturahmi baik ke tempat saudara, teman, atau mencari saudara baru, mungkin bagi sebagian remaja adalah ajang untuk mencari pacar. Selain berbagai menu hidangan yang sudah ada tersebut juga akan diadakan berbagai macam hiburan disudut-sudut gang mulai dari komedi putar sampai orkes melayu yang penyanyinya berpakaian seksi-seksi dan yang pasti membangkitkan syahwat bagi sebagian penonton laki-laki, dan disepanjang jalan (Jl. Jlamprang) serta semua gang akan dilalui banyak orang dengan berbagai macam dandanan dan style mereka masing-masing yang cenderung mengikuti trend mode kebarat-baratan (untuk anak perempuan berpakaian yang memperlihatkan pusar dan celana dalam bagian atas) wow..., begitulah kurang lebih gambaran suasana yang terjadi pada acara Krapya-an tersebut. Fenomena tradisi Syawalan (Krapyak-an) tersebut memang ada beberapa kegiatan yang sangat baik untuk mendidik masyarakat saling berbagi, dan meningkatkan hubungan sesama manusia Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S.5:2).

Tapi dalam perkembangannya acara tradisi Syawalan (Krapyak-an) itupun tidak lepas dari pengaruh budaya barat yang negatif sehingga sangat bertentangan dengan akidah masyarakat Islami didaerah itu, yang notabene sebagai pelaku dari tradisi tersebut. Dan sangat mencemari semangat hari raya Idul Fitri yang mengajak kita untuk kembali suci setelah berpuasa sebulan penuh dibulan ramadhan. Mata kita yang pada saat bulan ramadhan diproteksi dari pandangan-pandangan negatif dan hanya untuk melihat hal-hal yang diridloi Alloh, menjadi liar kembali pada saat melihat kemolekan dan keseksian tubuh dari penyanyi-penyanyi dengan pakaian minim yang mengisi acara orkes melayu didalam tradisi syawalan tersebut, hilang sudah semua ilmu tentang moral dan akidah Islam yang digembor-gemborkan pada saat kuliah subuh atau pengajian-pengajian yang pada saat bulan ramadhan begitu ramai. Dan rasa takut kepada Alloh SWT dengan mudahnya terkikis oleh kondisi tersebut, pergaulan antara remaja putra dan putri sudah tidak ada batasannya, mereka tidak punya rasa malu saling bergandengan tangan bahkan berangkulan dimuka umum padahal status mereka bukan suami-istri, rasa malu pada orang-orang yang lebih tua sudah hilang apalagi terhadap Alloh SWT naudzubilla mindalik. Pada bulan ramadhan Masjid-masjid penuh sesak dengan jamaahnya pada saat panggilan sholat berkumandang, tapi pada saat acara Krapyak-an tersebut masjid-masjid menjadi sepi kembali, para pengunjung acara tersebut sepertinya acuh mendengar suara para muadzin yang mengumandangkan Adzan, sebagian mereka asyik dengan kesenangannya masing-masing. Sebenarnya masih banyak perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam yang terjadi di dalam tradisi tersebut, sebernarnya tradisi Krapyak-an tujuan awalnya sangat mulia yaitu untuk mempersatukan umat serta menegakkan syariat, tetapi seiring dengan era globalisasi ini dimana budaya-budaya yahudi mendominasi di kehidupan masyarakat ini akankah nilai-nilai Islam lenyap? Bukankah Alloh SWT sudah mengingatkan kita dengan firmanNya dalam Alqur’an Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka. Namun, Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci(Q.S.61:8). Dari Firman Alloh SWT tersebut apakah kita semua dan para pemimpin didaerah tersebut baik itu eksekutif, legislatif maupun kyai-kyai atau ustadz-ustadz akan membiarkan tradisi yang bernuansa Islam dan sangat positif bagi kehidupan berbangsa itu akan terkotori oleh setan-setan yang berbentuk manusia yang sudah lupa dengan Alloh SWT dan lebih mengumbar nafsunya dengan cover tradisi suci. Mungkin hanya masyarakat setempat yang bisa mengubah tradisi tersebut agar benar-benar menjadi kegiatan yang bernuansa Islam, mungkin akan sangat indah apabila pada saat acara tersebut disetiap pojok-pojok gang yang selama ini hanya mempertontonkan kemaksiatan oleh orkes melayunya diganti dengan pengajian-pengajian yang mengkaji kitab-kitab (Al-Quran dan Hadist) atau membahas masalah akidah Islam, tentunya dengan tetap mempertahankan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif dan tidak keluar dari rambu-rambu syariat Islam. Sudah saatnya kita semua berbenah untuk menjalankan syariat secara total setelah selama ini kita lalai dengan aktivitas kita mengejar kesenangan semu yaitu kesenangan dunia sampai-sampai melupakan kewajiban kita sebagai manusia yaitu untuk selalu Ihsan kepada Alloh SWT, jangan sampai Alloh SWT marah dan menimpakan azab kepada kita.“Katakanlah: " Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)” (Q.S.6:65). Dan dari Firman Alloh SWT tersebut harusnya kita semua sadar bahwa kita hidup di negara yang sangat rawan terhadap bencana alam, seperti akhir-akhir ini gempa bumi sangat akrab dengan kita. Jangan sampai dengan kelalaian kita selama ini akan mengakibatkan azab Alloh SWT menimpa kita, karena kemurkaan Alloh SWT yang mendatangkan azab adalah hasil dari perbuatan manusi sendiri “Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka” (Q.S.7:78).

Mungkin akan sangat indah apabila Idul Fitri tahun ini menjadi momentum untuk perubahan yang lebih baik agar kelurahan Krapyak bisa menjadi pioner berdirinya kampung-kampung muslim di kota Pekalongan yang bisa menyebarkan semangat “Rahmatan lil 'Alamin” sehingga kelurahan Krapyak menjadi kampung yang dihormati dan disegani karena perilaku masyarakatnya yang Islami dan budayanya yang sesuai dengan Syariat Islam. Marilah kita bersama-sama berhijrah ke jalan Alloh SWT karena “hijrah yang sesungguhnya adalah ketika manusia mampu meninggalkan segala bentuk perbuatan buruk” (Al Hadist). Perbuatan buruk yang dimaksuk dalam hadis tersebut ialah kemaksiatan yang berkaitan dengan masalah moral dan hukum. Dan bagi para pemimpin di kota Pekalongan baik itu di pemerintahan maupun para Kyai atau ustadz, sudah saatnya bapak-bapak atau ibu-ibu yang terhormat berani menunjukkan nyalinya untuk memulai perubahaan, jangan takut kehilangan masa atau jamaahnya, karena kecintaan terhadap Alloh SWT adalah yang paling utama jika dibandingkan dengan kecintaan manusia terhadap dunia, kecintaan pemimpin terhadap rakyatnya dan ulama terhadap jamaahnya bisa menjadi tidak bermakna apabila mengakibatkan mereka mengingkari Alloh SWT dan tidak peduli lagi terhadap ketetapan Alqur'an dan Sunah yang menjadi dasar bagi kehidupan manusia didunia, Wallahu alam bishshowab.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Betulllllllllll